Selasa, 25 Maret 2014

Srikandi Dalam Dilema



Srikandi Dalam Dilema

”Ngelamun aja entar kesambet lo,” Rifky yang tiba tiba datang melemparkan sebuah novel di pangkuan Alza, Alza masih diam tidak menghiraukan.
“Wuiiihh! apaan tu? liat liat”. Rifky mengambil paksa kertas di depan Alza.
“Eh, jangan... kembaliin, nggak?Kembaliin!”
“Cukup aku tau kamu memujanya di belakangku, kamu membukakan pintu hati untuknya di belakangku, tapi apa daya aku tak berhak untuk cemburu  apa lagi marah dan membencimu, cukup sampai di sini. Biarlah Allah yang menegurmu jika itu bagian dari hilafmu. Ciieee”...
“Uda puas...?!! nggak sekalian aku ambilin mikrofon biar semua orang tau!!” Alza marah dan pergi meninggalkan Rifky.
Rifky dan Alza sudah besahabat dari mereka masih duduk di kelas X hingga sekarang saat kelas XII pun mereka beradadi kelas yang sama. Rifky selalu ada buat Alza, meskipun 99,99% dia lebih sering membuat Alza jengkel. Sifatnya yang jail slalu membuat Alza marah.Menurut Alza jailnya itu berlebihan atau kalau orang Jawa bilang“Kebablasen”.
“Za, maaf deh maaf, janji nggak diulangin lagi, beneran ... janji.... satu mangkuk chiken noodledi kantin deh buat nebus salahku. Mau ya, mau.... please“.
“Apanya yang nggak diulangin? Baru kemaren kamu janji nggak ngulangin lagi, baru kemaren juga aku dapet penebusan janjimu, dan baru kemaren juga ak....” Rifky cepet cepet menutup mulut Alza dan segera mengandeng tangan Alza lalu menyeretnya ke kantin.
“Jeelllleekkkk...!!! nggak buat kali ini enggak mau,” Alza mengembungan kedua pipinya, dan melilitkan kedua tanganya di perut.
“Yah, uda terlanjur aku pesenin. Please deh, kita kan temen, temen banget malahan. Ayolah maafkan kesalahan besar sahabatmu yang kece bin...”. Alza tidak menghiraukan ocehan Rifky. Alza masi memikirkan tentang suratnya yang ditulis buat seseorang tadi, Alza takut jika banyak orang yang sudah mendengarnya.
”Ya Allah neng Alza yang cantik jelita dan juga manja, maaf kalo udah obrak abrik prifasi kamu. Sekali sekali cerita dong, katanya udah iklas, udah ridho buat ngelepas dia, tapi kenapa di bawah kertas tadi masi tertulis Taa....”
“Stop, ini mienya enak cobain deh,” Alza menutup mulut Rifky dengan sesendok kuah mie yang sedang dinikmatinya.
***
            Sore itu suasana hati Alza tidak karuan, dia melihat jam yang tergantung di dinding kamar,  pukul 3 sore dan dipastikan lagi kalo hari ini adalah tanggal 19. Hari ini dia ada janji dengan Tama.
Tama adalah X-someone spesial di hati Alza. Sebenarnya belom menjadi X, mungkin karna hubungan mereka di ambang kehancuran atau kalo diperibahasakan seperti “telur di ujung tanduk”. Alza bingung antara datang atau tidak. Jika Alza datang, dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Tama dan buruknya jika sampai Alza membuat aliran sungai kecil di pipinya. Tapi jika dia tidak datang bagaimana bisa dia memperjelas semua problema yang ada di kisahnya beberapa bulan ini.
Setelah difikir matang-matang, Alza memutuskan untuk berani melangkahkan kakinya di taman. Di sana sudah telihat Tama yang duduk menghadap langit. Sore itu suasana memang sangat sepi, hanya terasa hembusan pepohon yang lembut  dan aroma bunga di sore hari.
            “Ehhemmm...”
            “Eh, Za!sudah datang, sudah dari tadi ya di belakang ku?”
            “Enggak kok baru aja”.
Suasana pun hening kembali, mereka hanya duduk sambil memikirkan sesuatu yang ada di fikiran masing-masing. Satu sama lain sebenarnya ada yang ingin diungkapkan tapi harus memulai pembicaraan dari mana, mereka tidak ada yang tau. Lalu kebisuan mereka dipecahkan oleh nada dering HP Tama yang berbunyi.
            Menatap indahnya senyuman di wajahmu membuatku terdiam dan terpaku....
 Tama  segera merogoh kantung saku celananya dan mencari HP. Tapi begitu HP ada di tanganya, tiba-tiba mati.
            “Masi itu nadanya?” Alza tersenyum kecil. Sebenarnya dia tidak perlu menanyakan hal itu, itu hal yang wajar jika nada HP Tama belum diganti, tapi dia tidak tau harus memulai pembicaraan dari mana hingga pertanyaan itu muncul.
            “Iya dong, ini kan lagu kita,” sejenak Tama berhenti dan menguatkan diri untuk mengenggam tangan alza dan melanjutkan pembiacaraan.
”Za, maaf ya aku uda buat banyak salah sama kamu. Terlalubanyak kesalahfahaman di antara kita,  seandainyapun kamu nggak bisa maafin aku, aku pantas menerima semua ini”
“Iya, nggak papa....”
            “Mugkin butuh banyak waktu untuk menjelaskan semua, perlahan kamu pasti akan mengerti.  Mungkin jika kita hanya berteman saja itu jauh lebih baik dari sekarang, iya kan?” Alza hanya terdiam, dia tidak mengira jika pertemuan ini akan berbuah seperti ini. Semua selesai. Hanya tinggal serpihan kaca yang sulit untukdisatukan lagi. Fikiran Alza melayang,tangannya berubah menjadi dingin, dadanya sesak hingga dia hanya menunduk saja. Untunglah  HP Alza segera memerkik dan dibukanya ada satu pesan.
            “ Lihat ke belakang, ikut aku jalan jalan” satu pesan dari Rifky yang ternyata dari tadi mengikuti di belakang Alza. Kemudian Alza memaksa wajahnya untuk tersenyum, meyadari Rifky yang ada di belakanganya.
            “Maaf, Tam aku harus pergi. Makasih ya buat hari ini,” Alza melemparkan sebuah senyum dan beranjak melangkahkan kakinya menjauhi Tama. Tama masi terpaku matanya mengikuti  setiap langkah kaki Alza, hingga tiba-tiba dia dikagetkan oleh sebuah tangan dari belakang.
            “Hai, Brooo, jari kelingking aku beri, uda buat hancur hati seorang srikandi. Dasar hati batu,” Rifky sangat kecewa melihat perlakuan Tama kepada sahabatnya. Rifky tau betapa cintanya Alza pada Tama.
“Eh, nggak usa ikut campur masalahku, salah kalo hatiku memang hati batu?  Aku memang cuma bisa nyakitin hati sahabatmu, ambil dia buat kamu, ambil bahagiakan dia,” muka Tama memerah, dia termakan emosi.
“Hahhhh!! nggak perlu perintah. Aku memang lebih bisa bahagiain Alza, lebih dari yang kamu bisa dan aku nggak akan pernah  ngasih dia teman di dalam hatiku, hanya dia,just Alza, ingat itu!” Rifky meninggalkan Tama. Dan berlali mengejar alza yang sudah lebih dulu melangkah pergi.
“Shiitttt.... RRRIIIFFFFKKYYYYYY!!!!”
***
            Alza duduk di bangku taman di tempat yang agak jauh dari kejadian tadi. Dia membuka tas dan mengeluarkan sebuah novel, lalu sebuah surat yang diselipkan di dalam novel jatuh. Matanya yang sudah tidak tahan menahan air yang ada di kantung matanyapun akhirnya pecah juga dan di ambil surat yang jatuh itu. “Heeyyyy, srikandy nggak boleh cengeng,” dari kejauhan terdengar suara Rifky yang memanggilnya Alza memasukan segera suratnya ke dalam tas.
“Eh, itu surat yang mau di kasihin Tama tapi nggak jadi yaa? udah deh ngak usah ditutupi aku uda tau kali”
“Enggak, apaan sie?”
“Tuh airmatanya diusap dulu, jelek tau masa seorang srikandi nangis, haha..”
“Ye, siapa yang nangis, tunggu tunggu, sejak kapan kamu manggil aku srikandi, ha?” Alza mengusap air mata yang ada di pipinya, sambil mencoba mengalihkan pembicaraanya.
“Ya mulai sekarang, masa iya kamu aku panggil Arjuna, haha... Iya mau dipanggil Arjuna?” Rifky terus berusaha menghibur Alza.
“Hah ! terserah deh, nggak logis alasanmu,so monoton”
“Biarin, yang penting itu air matanya uda nggak keluar lagi, dan sinar mataharinya uda sedikit terpancar, tuh tuh, haha..”
***
Keadaan di sekolah sangat gaduh dan semua orang telihat sibuk dengan tugasnya masing-masing karna besok ada lomba kebersihan kelas. Rifky sedang sibuk memasang hiasan-hiasan yang menempel di dinding bagian atas. Melihat postur tubuhnya yang tinggi tugas itu memang pantas untuk dibebankan pada dia. Saat sedang sibuk sibuknya melakukan tugasnya, matanya  memutari seisi ruangan, tidak dilihatnya batang hidung sahabatnya.
“Eh, Rif ! emang Alza uda putus sama Tama?” Rifky dikejutkan oleh pertanyaan Mili yang ternyata ada di bawahnya dari tadi.
“Ya ampun Mil, ngagetin aja, “ Rifky beranjak turun dari tangga lalu mendekat Milli.
Sorry sorry, emang bener ya sekarang Tama sama Rena? Mili melanjutkan pertanyaan lainya.
“ KEPO banget sie, Mil, mana aku tau tanya sendiri sama yang bersangkutan..”
“Yee dasar pelit, kamu kan sahabat Alza pasti tau, liat mereka berdua deket baget, liat deh”
I Don’t Care Mil..., ah nggak asekkk, liat Alza nggak?”
“Oh, Alza! tadi aku liat dia di depan perpus, gimana jawabannya?”
Whatever, aku mau cari Alza dulu,” Rifky meninggalkan Mili yang KEPO dengan hubungan sahabatnya. Rifky emang enggan menjelaskan pada  orang yang ingin tau tentang Alza, itu bukan urusan Rifky, dia hanya ingin membuat Alza bahagia, dan yang lain whatever.
“Sial, Alza”
Rifky melihat Alza menuju kelas, dia tidak mau jika Alza melihat Tama sedang berduaan mengobrol dengan Rena. Rifky tau hati Alza pasti sakit jika melihat itu. Entah apapun yang dibicarakan mereka tapi yang pasti Alza ngak boleh melihatnya. Rifky kemudian mencegah Alza dan mengajaknya pergi menjauh dari kelas..
“Ehhh, apa apaan sie? aku mau naruh novel ini di dalam kelas,” Alza yang menolak ajakan Rifky.
Emergenci, ikut aku deh, nggak boleh nolak”. Mereka berdua duduk di pinggir lapangan basket yang kebetulan memang sudah sedikit jauh dari ruang kelas.
Emergenciapanya, ini yang dinamakan emergensi? cuman duduk di sini, panas tau”
“Hehe bentar bentar, kamu mau aku ajarin renang nggak?
“Renang? Sejak kapan kamu bisa renang? bukanya kemaren waktu renang, kamu nggak bisa dan aku, aku yang harus ngerjain makalah kamu sampe segebok, terus sekarang mau nawari ngajari aku renang. Heh, jelek! mimpi apa semalam, apa jangan jangan obatnya abis, hh? Aku beliin deh”
“Yaelah aku cuman bilang satu kalimat situnya nyerocos kemana mana, Neng neng, tadi pagi sarapan pakek apa? Sarapanya pakek kaset ya sampe ngak berhenti berhenti nyanyinya, wkwk.” Rifkynggak mau kalah membuly Alza.
“Aku serius ini, apa aku kembali aja ke kelas ya?” Alza memulai langkahnya untuk pergi kembali ke kelas.
“Eh jangan-jangan!! aku punya sebuah kalimat buat kamu, khusus buat srikandi ku, hehe..”
“Apa?” Alza penasaran dan melototkan kedua matanya.
“Dengerin .... kamu... iya, kamu yang memaksaku untuk berenang, berenang mengarungi dalamya lautan cinta, tapi setelah aku menyelam ke dalamnya kamu tinggalkan aku sendiri dan kamu biarkan aku karam di dalamnya itulah kamu, kekasih batuku... hehe bagus nggak?”
“Iiidiiiihhh sok puitis”
“Heh,it is Realiti
“Ohh jadi nyindir?oke oke nggak papa, setengah jempol buat kariyamu kali ini, tapi dia nggak seperti itu, dia hanya  sedang kehilangan arah saja.”
“Yakin gitu?”
“Iya dong, seperti lagunya Jordan Hill .... if you lose your way, thing back on yesterday, remember me this way, remember me this way
Stop stop, fales banget, gendang telingaku sampek mau pecah, ya ya terserah deh” (andai kamu tau Za)
***
Satu minggu kemudian keadaan berubah, Alza merasa kehidupanya kembali seperti bulan bulan lagu. Badai kini berlalu sirna sudah bersama hadirnya Tama yang kembali dalam hidup Alza. Alza memutuskan untuk menelefon Rifky, sudah lama rasanya dia tidak mengobrol bersama sahabatnya yang satu ini...
“Tuutt...tuuttt..... halo assalamualaikum Rifky...”
Waalaikumsalam, yah siapa?” suara Rifky terlihat masi malas karna baru bangun tidur.
“Ih cuci muka dulu gih, ini Alza”
“Oh,  Alza! masi butuh orang?” matanya langsung melek mendengar yang telfon adalah Alza.
“Butuh lah... aku mau cerita ni, tapi cuci muka dulu gih”
Setelah beberapa saat kemudian”Iya uda, apa?”
            “Kayaknya aku mau baikan lagi nie sama Tama,menurutmu gimana? dia uda kembali seperti Tama beberapa bulan yang lalu, ini Tama aku banget Rifky,  aku takut nyesel kalo nolak balikan sama dia, aku harus ngasi jawabanya nanti, gimana?”
            “Huuuaaaaammmm, udahkan?”
            “Apanya yang udah, gimana pendapatmu, ngak conet sama sekali di mintain pendapat?”
            “Aku ngantuk banget, ini kan hari minggu biasanya aku juga masi molor kalo jam segini, huuaaammm...”
            “Nah itu uda bisa bicara banyak, ya uda deh selamat tidur, aku nanti mau ketemuan sama dia jam 3 di taman kemaren itu,,, bye Rifky, tut  tutt”
            “Iya,”
Alza andai kamu tau sebenarnya apa yang terjadi, aduh Rifky apa sie guna kamu di sini, kenapa nggak bisa mengatakan apa yang sudah kamu lihat, hah bodoh sekali kamu Rifky bodoh.
***
Alza datang lebih awal  jam 2.30 menit dia sudah sampai taman itu. Dari kejauhan dia melihat Tama yang sudah duduk di sana, Alza tersenyum melihat Tama yang sudah datang. Ternyata bukan hanya dia saja yang ingin segera bertemu, dan bisa mengobrol bersama tapi ternyata Tama juga.  Saat Alza sudah semakin dekat tiba-tiba di lihatnya Rena yang lebih dulu menghampiri Tama. Alza memutuskan untuk berhenti di tempatnya sekarang dan memperhatikan mereka dari kejauhan.
“Maa, Sayang agak lama ke toiletnya,” Rena  lalu duduk di samping Tama, lalu dia melihat jam tangan di tanganya.
“Sayang ini sudah setengah 3, aku pulang dulu, uda di tungguin mama”
            “iya hati hati di jalan, maaf nggak bisa nganterin”.  Merekaberdua pun cipika cipiki, seperti pasangan anak muda lainya yang sedang merajut kasih. Mereka tidak menyadari ada Alza yang sedang memperhatikan mereka.  Saat itu  sungai kecil di pipi Alza tak terbendung lagi bahkan salju abadi yang ada di puncak gunung Jaya Wijayapun ikut meleleh merasakan perasaan Alza saat itu. Tiba-tiba ada yang menarik Alza, siapa lagi kalo bukan Rifky.
“Sudah, ingat srikandi nggak boleh nangis” Rifky mengajak Alza duduk dan mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Tapi saat ini air mata Alza sulit untuk berhenti. Kemuadian Rifky menyadarkan kepala Alza di bahunya, berharap membuat Alza tenang.
      “Ky, betapa waktu 30  menit  itu sanggup mengubur cinta sedalam apapun. Andai aku tidak datang lebih awal aku tidak akan tau kenyataan yang sebenarnya. Ternyata selama ini dugaanku benar. Aku hanya bersembunyi di belakang waktu untuk menolak kenyatan ini”.
      “Heemm bukankah Allah mengirimkan yang salah terlebih dahulu sebelum yang sejati di datangkan?”
      “ALZA, aku fikir kamu hanya sebatas teman dengan Rifky, hingga aku mati-matian menghilangkan rasa cemburuku pada dia, tapi ini balasnya?” ucap Tama yang datang menghampiri Alza.
      “Bukankah ini yang kamu inginkan, kita hanya teman kan?” Alza beranjak berdiri sambil mengusap air matanya, berusaha terlihat tegar di hadapan Tama.
      “Teman? Lalu cinta kita?”
      “Cinta kita?Tidak, itu hanya cinta mu. Aku tidak pernah mencintaimu, Tama. Aku hanya berbohong selama ini, aku hanya melakukan sebuah drama, dan aku berhasil”
      “kamu bohong... kamu mencintaiku”
      “kamu puas tenggelam di dalam dramaku, Tama? kamu menikmatinya?”
      “ya kalian berhasil menjerat ku...  ALZA KAMU HA....SHIITTT semoga kalian bahagia” Tama pergi dengan membawa kesalhfahaman yang ada.
      Alza pun menangis sejadi jadinya. Dia melakukan hal yang sangat berlawanan arah dengan kata hatinya. Melakukan hal yang tidak pernah ada di fikiranya sebelumnya membuat kebohongan besar kepada orang yang sangat dicintainya.
“Kamu baik baik saja ?” Rifky yang hawatir dengan keadaan Alza.
“Ya! kamu tau, kadang saat kita melukai orang yang kita cinta, luka yang kita tanggung jauh lebih sakit dari orang itu ...”
“Tenang, masi ada aku yang aka mamulihkan lukamu “
“Haaa?!!
***



By   :Misian

Minggu, 23 Maret 2014

cerpen hari ini



USA
                                                                                                                  by: Hyuniar


PUISI (lagi)????
            Setidaknya itulah isi amplop warna pink bermotif bunga yang baru saja Kiera buka dari dalam laci bangkunya. Dan lagi-lagi si pengirim hanya memberi inisial “from:USA”. Eits, bukan berarti puisi itu jauh-jauh dikirim dari benua seberang USA alias  United Statis of America, lho. Tapi USA di sini maksudnya adalah Ur Secred Admirer alias penggemar rahasiamu.
            “Cie… dapat something special lagi, nih?” tanya Letta yang baru saja datang. Kiera hanya menanggapi dengan senyuman kecut.
            “Wow! So sweet banget puisinya. Yakin, deh orang yang ngirim puisi ini pasti romantis banget,” tambah Letta yang masih larut dengan barisan kata-kata puitis bin romantis dari pujangga USA yang baru saja ia baca.
Ini sudah yang ketujuh kalinya Kiera mendapat sesuatu yang bernama puisi dari penggemar rahasia. Senang? Bahagia? Terharu? NO WAY! Tidak sama sekali! Kalau penasaran, iya. Siapa, sih orang yang kurang kerjaan hingga hobi membulet-buletkan kata seperti itu?
“Kok cemberut? Seharusnya kamu senang, dong punya fans berat yang romantis begitu.”
 “Udah berapa kali aku bilang, dia bukan fans beratku,” ucap Kiera dengan penuh rasa tidak suka. Amplop dari si penggemar rahasia ia lemparkan ke dalam laci meja dengan kasar setelah sebelumnya ia remas-remas menjadi bola kertas.
“Tapi kenyataannya dia selalu ngirim puisi romantis buat kamu. Itu merupakan ungkapan perasaannya sama kamu.”
“Salah kirim, kali… Kalau dia emang ngaku fans beratku, dia pasti ngirim bunga, coklat, apa sajalah yang pasti bukan puisi karena dia pasti tahu kalau aku paling nggak suka sama yang namanya puisi.”
“Tapi tiap orang, kan punya cara sendiri-sendiri untuk mengungkapkan perasaannya.”
“Kalau dia emang mau mengungkapkan perasaannya, dia, kan bisa ngomong langsung. Kalau nggak berani ngomong langsung, SMS atau telepon juga bisa. Kalau nggak punya pulsa, lewat surat juga boleh. Yang penting perasaan dia bisa langsung aku ngerti dan pahami. Nggak usah sok-sokan jadi pujangga zaman prasejarah begini,” Kiera masih keukeuh.
“Tau, ah… Emang susah ngomong sama kamu,” Letta mengakhiri perdebatan dengan teman sebangkunya. Percuma. Kiera pasti punya 1002 macam alasan kalau sudah menyangkut puisi.
Kiera memang beda. Biarpun Rangga dan Cinta dekat gara-gara puisi, biarpun cewek-cewek banyak yang klepek-klepek setelah mendapat kata-kata puitis yang ngakunya ala pujangga cinta, Kiera tetap nggak suka dengan puisi.
Menurutnya, di dunia ini sudah diciptakan kata-kata yang simple untuk berkomunikasi. Jadi, buat apa membuletkan diri dengan kata-kata sok puitis bin romantis gitu. Iya kalo yang ngerti puisi, bisa langsung paham maksud dan tujuan deretan kata kias berjuta makna itu. Lha kalo yang nggak ngerti seperti Kiera? Otak bisa mampet hanya untuk memahami tiap barisan kata, apalagi maksud puisi itu. Buang-buang waktu, kan?
“Tapi, Kie! Apa kamu nggak mau nyoba cari tahu siapa pengirim puisi-puisi itu?”
“Males. Nggak penting.”
“Kamu tuh, ya… Coba puisi itu dikirim buat aku, pasti nggak akan mubazir. So sweet banget!” ekspresi mupeng Letta keluar.
Kiera menatap sahabatnya itu sekilas, kemudian mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala pelan.
* * *

Keesokan harinya.
Kiera berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya dengan langkah pelan. Sejak mulai masuk gerbang sekolah tadi, kepalanya terus menunduk. Matanya merem melek. Itu pun lebih banyak meremnya.
“KIERAAAA…!!!” suara stereo Letta memecah keheningan di koridor deretan kelas XI. Orang yang dipanggil menoleh dengan tampang manyun dan kepala yang dimiringkan. Ujung mata kanannya yang terbuka sedikit menangkap sosok Letta yang berlari mendekatinya dengan sumringah.
Tangan Letta terentang, siap memeluk Kiera. Tapi sedetik kemudian tangan itu berubah fungsi menjadi benteng untuk menahan serangan badai yang keluar dari mulut Kiera.
“Ih… jorok, tahu! Kayak kuda nil yang kelaparan saja nguap nggak ditutupi. Pasti semalam habis begadang nonton bola, kan?”
Kiera hanya nyengir.
“Eh, ada berita super penting, nih. Ayok!” Letta menarik tangan Kiera dan memaksanya berlari untuk segera sampai di kelasnya, kelas XI IA-1 tanpa menghiraukan protes dari Kiera.
“Emang sepenting apa, sih?" tanya Kiera untuk kesekian kalinya begitu mereka sudah duduk di bangku.
“Pokoknya penting, penting buanget,” lagi-lagi hanya jawaban ambigu yang dilontarkan Letta.
“Ya udah cepet ngomong. Ngantuk nih,” ucap Kiera seraya menguap lebar.
“Iya-iya… Dengar, ya… Aku sudah tahu siapa yang ngirim puisi-puisi itu,” ucap Letta dengan bangga.
“Oh!”
“Kok cuma oh?”
“Terus kamu maunya aku gimana? Koprol sambil bilang W-A-W WAUWW, gitu?” Kiera menelungkupkan tubuhnya ke meja.
“Seenggaknya, kan kamu nunjukin ekspresi kaget gitu walau cuma sedikit. Bangun dong, Kie!“ Letta memaksa Kiera duduk tegak.
“Apa lagi?” ucap Kiera setengah keki. Acara tidur sebelum bel masuk gagal gara-gara sahabatnya yang memang agak lebay ini.
“Jadi, yang ngirim puisi-puisi itu sebenarnya Refky, anak XI IS-2 itu. Dan yang kamu harus wajib kudu mesti tahu, ternyata puisi-puisi itu sebenarnya dikirim buat aku, tapi dia salah naruh. Dia kira bangku kamu itu bangkuku. Ternyata, nih ya… dari dulu Refky itu sudah suka sama aku, tapi dia belum berani ngomong. Makanya dia ngirim puisi-puisi romantis seperti itu. Dan baru kemarin dia nembak aku. So sweet banget, deh pokoknya,” Letta memegangi kedua pipinya sambil senyum-senyum sendiri mengingat moment bersejarah yang terjadi dalam hidupnya kemarin.
 “Kie…!!! Kamu dengerin aku nggak, sih?” Letta mengguncang pundak Kiera karena meskipun duduk, mata Kiera kembali terpejam.
Kiera tersentak, “Heh? Em… iya, aku dengar semua,” ucapnya malas sambil membenahi posisi duduk. Bibir Letta yang sempat cemberut kembali mengembang.
“Sekarang aku mau minta puisi-puisi Refky yang dikirim ke kamu. Masih ada, kan?”
“Tuh di laci meja. Itu pun kalau belum dirazia sama anak-anak yang piket.”
Letta memasukkan tangannya ke laci meja Kiera dan mengeluarkan bola-bola kertas warna-warni.
“Eh!” seru Letta, “Apa ini?” lanjutnya seraya membolak balik amplop biru polos yang ia temukan di dalam laci.
“Puisi dari Refky lah…”
“Sepertinya bukan, Kie! Ada tulisannya to: KIERA. Kalau amplopnya Refky, kan nggak ada tulisannya buat siapa. Lagipula amplopnya polos, kok. Nggak rame seperti punyanya Refky. Coba, deh kamu buka.”
Kiera menerima amplop itu dengan agak malas. Namun, matanya yang dari tadi hanya mampu melek 5 milimeter, seketika itu melek full begitu tahu isi amplop itu.
”Nah! Ini baru beneran fans beratku,” Kiera meringis lebar sambil memamerkan isi amplop yang ternyata adalah tiket pertandingan klub bola kesukaannya.
* * *